Kualifikasinya saat itu bukan karena siapa yang jago maen. Tapi berhubung kejuaraan badmintonnya tinggal sehari, jadi guru menanyakan siapa yang bisa mewakili lomba badminton tsb?. Maka serempaklah seruangan menyuarakan suara bulatnya "imraaaan paak", mereka kompak memilihku karena depan rumahku ada lapangan badminton, dan yang tinggal dekat lapangan badminton pasti jago maen badminton, alasan yang sangat sederhana.
Menyesal saat itu mengapa lapangan badminton itu kusia-siakan, setiap hari ke lapangan tersebut hanya untuk memunguti bulu ato cook, ada kepuasan tersendiri setelah melem kembali bulu-bulu yang sudah rusak dan menggosok kepalanya dengan air sehingga tampak baru kembali lalu kumasukkan ke dalam tempatnya yang silinder, besoknya kutawarkan lagi ke bapak-bapak yang mau main badminton. Puas melihat hasil kreativitasku di pake oleh orang lain walau tidak bertahan lama. Hasil pertandingan badminton SD esok harinya pun dapat ditebak cuma sampai babak kualifikasi.
Sesaat masih seperti kemarin, baru saja kutuliskan dalam diari tahun 2004 ku. Cita-citaku yang ingin kuwujudkan adalah keluar dari daerah kecamatan yang selama 24 tahun tak pernah kutinggalkan sehari pun. Rumah dan sekolahku dari TK SD SMP SMU bahkan kuliah pun di kecamatan yang sama. Dengan afirmasi yang kuat mungkin alam sudah bosan merespon kilatan-kilatan impianku. Pada penghujung tahun 2005 kulaju speda motorku bersama rintik hujan dan seorang teman kuliah menuju bandara.
Temanku itu akan berangkat ke jakarta untuk mengikuti Tes masuk Badan Meteorologi dan Geofisika, iriku dan bangga dalam hati memiliki teman yang punya semangat seperti arai dan ikal. Sesak dada ini ingin melepas kepergian temanku itu, ke kota yang juga impianku dari kecil yang hanya bisa ku nonton di tv. Pilihanku saat itu adalah ingin melanjutkan S2 di universitas yang juga masih di tamalanrea, atau merantau ke luar sulawesi, walau bukan tuk sekolah hanya pelampiasan cita2 kecilku, hanya ingin keluar dari rutinitasku yang bagai dalam tempurung tamalanrea.
Tibalah saat berpamitan, namun seorang temanku yang juga akan berangkat ikut ujian ke jakarta belum juga datang, padahal semua boarding pass telah diambil, yang artinya tiket tidak bisa dibatalkan lagi, kata calo penjual tiket yang perawakannya agak tinggi dan agak sedikit garang, mungkin takut kalau temanku yang memesan lewat telpon itu tidak jadi berangkat, jadi dipasanglah muka garanknya agar kami terus menghubungi teman kami yang belum juga terlihat tanda-tanda akan datang di bandara ini.
Kulirik jam dinding bandara, lima menit lagi pesawat boarding. Empat menit..tiga menit, detik-detik sebelum pemberangkatan yang takkan mungkin kulupakan. Temanku yang satu itu masih tidak menampakkan tanda-tanda kedatangannya ke bandara. Ini berarti akan menghambat keberangkatan teman2 ku yang lain, atau kata calo itu itu, tiket yang akan hangus ini harus diganti..lima ratus ribu, saat itu walau kami bertujuh mengumpulkan uang saat itu pun tidak akan cukup tuk mengganti tiket.
Akhirnya saya pun tidak percaya dengan kata-kata yang keluar dari mulutku saat itu, " bang, punya no. rek ga? nanti saya aje yang berangkat, minggu depan sa transfer uangnya ke rekening abang, gimana?" sesaat tapi tidak bisa ditarik lagi kata-kataku yang menyesal kukatakan karena klo diiyakan sama abang calo itu, berarti saya harus berangkat dengan baju di badan tanpa tas, bekal apapun, uang di dompet pun cum 12.000 tidak lebih, bahkan hp pun saat itu masih belum punya dan seminggu tuk mengganti uang calo itu dari mana, tapi melihat mukaku yang penuh keyakinan, abang itu lantas mengatakan...."yaaah dari pada hangus, nih, tapi awas yaah!!", begitulah kronologis pemberangkatanku ke luar dari tempurung secara tidak sengaja alias konyol....
Dua tahun telah berlalu, saya pun telah bekerja dalam sebuah perusahaan konsultan. Senangnya bukan main, dulu yang mondar-mandir di tamalanrea terus, sekarang bisa kemana-mana. Akhirnya kunikmati juga pekerjaan itu yang pas dengan jiwa explorerku, pertama kali menginjakkan kaki ke suatu daerah yang baru kumasuki, selalu kutunaikan ritual kesyukuranku, yakni menghirup udara sebanyak mungkin hingga memenuhi rongga dada, lalu kuhembuskan pelan-pelan....sembari mengucapkan Alhamdulillah. Mungkin ini pula yang dilakukan colombus saat menemukan pulau atau daratan-daratan baru, pikirku.
Tenggelam dalam rutinitas kantor dua tahun tidak melupakan cita-cita keduaku, yakni melanjutkan sekolah ke luar negeri..sesak dada ini kalau membaca buku jendela-jendela, atau ayat-ayat cinta, tersimpan di otakku bukan alur ceritanya tapi presisi keindahan yang digambarkan para penulis pada tempat para tokoh melamunkan sesuatu, berdiskusi sambil menyusuri trotoar yang penuh lalu lalang puluhan manusia dan kendaraan atau saat para tokoh memandang ke luar jendela kamar tidurnya memandang hamparan riak tinggi rendah bangunan kokoh ala viktoria atau sekedar mengusir burung-burung yang memenuhi taman tempat para tokoh biasa mengambil tempat menunggu seseorang...ugh...
Proyek memburu impianku yang terus memenuhi sel-sel otakku kusadari belakangan ini semakin sirna karena realita rutinitas kantor yang membutuhkan kefokusan dalam bekerja. Rel menuju impianku perlahan-lahan mulai mengabur tertutup kabut dan semakin asing tuk kususuri, seperti tak berujung.
Bulan juli ini pun ku putuskan untuk keluar dari perusaahaan yang memberiku makan di rantau. keputusan yang sangat sulit tapi demi proyek impianku, harus kuakhiri sekarang juga dan memulai sebuah proyek baru...Sekolah ke luar negeri.....Amiiiiiiin, Thank's to Arai dan Ikal.